Jakarta –
Sejak Maret 2020, pandemi dan sekolah lockdown mengakibatkan pembelajaran tidak efektif dan anak-anak mengalami learning loss (kehilangan hasil belajar). World Bank mencatat, pandemi juga mengakibatkan anak-anak dari kelompok rentan tidak lanjut masuk sekolah.
Untuk menengok gambaran hasil belajar selama pandemi dan dampaknya di Indonesia, tim peneliti dari Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), dan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek menjalankan studi indikasi learning loss, learning gap, dan kelompok siswa yang paling rentan pada 18.370 siswa kelas 1-3 di 495 SD dan 117 MI di 20 kabupaten/kota di Indonesia.
Para peneliti lebih lanjut mengukur hasil belajar sebelum pandemi (Januari 2020), satu tahun pandemi (Mei 2021), dan 2 tahun pandemi (Agustus 2022) dengan subsampel tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 4.303 siswa dan 360 guru dari 69 sekolah di Probolinggo, Sumenep, Bima, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Bulunan, dan Malinau dipilih secara purposive dari sekolah mitra yang punya hasil belajar di awal 2020 melalui tes siswa INOVASI. Berikut sejumlah temuan saat pandemi dan pemulihannya.
Learning Loss Melebarkan Kesenjangan Belajar
Mark Heyward, PhD, Direktur Program INOVASI menuturkan, studi ini menunjukkan adanya indikasi penurunan hasil belajar setelah pandemi berlangsung satu tahun.
Lebih lanjut, kehilangan hasil belajar (learning loss) juga turut menyebabkan makin lebarnya kesenjangan belajar (learning gap) pada siswa yang paling rentan.
Misalnya, seperti yang tidak lancar berbahasa Indonesia, berasal dari keluarga miskin, memiliki disabilitas, fasilitas belajar jarak jauh, dan atau tinggal di pedesaan atau daerah terpencil.
Lebih lanjut, kendati proporsi kemampuan literasi siswa perempuan lebih tinggi (19 persen yang berada di tingkat 1/terendah/di bawah minimum) dari siswa laki-laki (27 persen yang berada di tingkat 1/terendah/minimum), peneliti mendapati siswa perempuan mengalami learning loss lebih besar akibat sekolah tutup sementara, khususnya untuk kemampuan numerasi, seperti tercantum dalam Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran (2023).
“Ini diperkirakan karena siswa perempuan di rumah diberi pekerjaan (domestik) yang lebih banyak,” tutur Heyward dalam Forum Media BSKAP Kemendikbudristek di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Pemulihan Pembelajaran
Terkait pemulihan pembelajaran, studi menunjukkan bahwa siswa mampu mengejar 2 bulan ketertinggalan proses belajar. Per Agustus 2022, 38 persen anak memenuhi standar Kurikulum Khusus, meningkat dari 22 persen dari Mei 2021.
Heyward menjelaskan, pemulihan pembelajaran ini juga dipercepat faktor kepemimpinan kepala sekolah, penyesuaian praktik mengajar oleh guru, motivasi intrinsik guru. Di samping itu, ada juga kontribusi dari dukungan pemerintah, guru lain, lembaga swadaya masyarakat, serta orang tua siswa.
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Studi mendapati, observasi pembelajaran guru dan hasil belajar siswa secara berkala oleh kepala sekolah mendukung munculnya indikasi pemulihan pembelajaran dalam 5 bulan. Contohnya seperti ikut kunjungan ke rumah siswa dan berkomunikasi dengan guru mendiskusikan kemajuan siswa.
Sedangkan sekolah yang punya program menarik siswa yang tidak masuk sekolah saat pandemi untuk bersekolah lagi bantu memicu indikasi pemulihan pembelajaran dalam 3 bulan.
2. Penyesuaian Guru di Pembelajaran
Guru yang menerapkan kurikulum darurat, kurikulum prototipe, dan kurikulum lainnya yang sudah disesuaikan mandiri dinilai memicu pemulihan pembelajaran dalam 4 bulan ketimbang yang tidak melakukannya.
Penyederhanaan kurikulum menjadi fokus ke materi esensial dan pembelajaran sesuai kemampuan murid memungkinkan proyeksi learning loss numerasi 5 bulan dapat dimitigasi dalam 4 bulan. Sedangkan pada literasi, proyeksi learning loss 6 bulan dapat dimitigasi dalam 4 bulan.
Di samping itu, asesmen diagnostik oleh guru dan pemberian tugas sesuai kemampuan siswa mendorong pemulihan pembelajaran dalam 3 bulan.
Kebijakan Merdeka Belajar dan Pemulihan Pembelajaran Siswa
Dari 26 episode Merdeka Belajar yang saat ini telah dijalankan, Heyward mengatakan, kebijakan transformasi pendidikan ini sudah di arah yang tepat. Namun, butuh implementasi yang konsisten, komitmen dan kontribusi semua pihak, dan waktu agar dapat terlihat hasilnya.
Serangkaian kebijakan peningkatan hasil belajar dan kualitas pendidikan ini dinilai berkaitan langsung dan tidak langsung pada upaya pemulihan pembelajaran. Lebih lanjut, sejumlah kebijakan menyasar perubahan mendasar jangka panjang untuk perbaikan mutu pendidikan di tingkat SD.
Berikut beberapa kebijakan dan pemulihannya:
- Penghapusan UN dan ujian sekolah berstandar nasional: percepatan pelaksanaan pembatalan UN yang semula akan dilaksanakan di 2021
- Penyederhanaan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): memfokuskan guru pada tujuan pembelajaran, pembelajaran, dan asesmen siswa
- Kampus Mengajar: melibatkan mahasiswa untuk bantu pemulihan pembelajaran siswa sekolah sambil belajar di luar kampus
- Penyaluran dana BOS langsung ke sekolah dan penghapusan batasan alokasi dana untuk buku dan alat multimedia: mendukung pembelajaran sesuai kebutuhan sekolah, termasuk dalam pemulihan pembelajaran
- Organisasi penggerak: bantu peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
- Peluncuran Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah): mendukung penyediaan buku bacaan di sekolah, termasuk dalam konteks di tengah pandemi
- Kurikulum Merdeka: berfokus pada kemampuan esensial siswa, adaptif sesuai kebutuhan siswa, dan berkonteks lokal, serta dapat digunakan untuk pemulihan pembelajaran maupun transformasi pembelajaran jangka panjang
- Buku bacaan bermutu: buku yang mendorong minat baca anak, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis untuk pemulihan pembelajaran dan transformasi pendidikan jangka panjang
Anindito Aditomo, PhD, Kepala BSKAP Kemendikbudristek menuturkan, kebijakan Merdeka Belajar di atas dan kebijakan Merdeka Belajar lainnya terkait dalam satu cetak biru untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengembangkan potensi siswa.
Ia menjabarkan, hasil Asesmen Nasional, yang pelaksanaannya berjalan setelah peniadaan UN, disampaikan dalam bentuk Rapor Pendidikan satuan pendidikan, daerah, dan Indonesia. Hasil AN kemudian digunakan untuk mengambil langkah perbaikan dan pergerakan peningkatan mutu pendidikan.
“Platform Rapor Pendidikan juga tersambung dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM), yang dari indikator literasi misalnya, PMM beri modul yang relevan untuk literasi,” ucapnya.
“Di sekolah bisa dicek Rapor Pendidikan satuan pendidikan, terlihat literasi siswa berapa persen yang sudah membaca dengan baik, adanya bullying, indikasi masalah terkait toleransi,” imbuhnya.
Nino mengatakan, pelatihan guru dan kepala sekolah untuk diskusi reflektif juga paralel berjalan dengan pengiriman mahasiswa sebagai tutor literasi dan numerasi lewat Kampus Mengajar.
Ia mengakui, kebijakan ini berdampak positif tetapi tidak menunjukkan gambaran seluruh Indonesia. Untuk itu, butuh gotong royong pemilihan pembelajaran pascapandemi sehingga learning gap dapat diperkecil.
Simak Video “Gadis SD di Denpasar Nyaris Diperkosa saat Bersiap ke Sekolah“
[Gambas:Video 20detik]
(twu/faz)
Source : www.detik.com
Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, Allohumma Sholli Ala Rosulillah Muhammad Warhamna Jamii’a.