Jakarta –
Memiliki tubuh dan kesehatan dengan kondisi prima merupakan salah satu syarat utama bagi orang yang berniat menjadi penjelajah luar angkasa atau astronaut. Bahkan, seorang astronaut akan menjalani karantina sebelum lepas landas guna menghindari penyakit yang berpotensi menggagalkan misi.
Selain itu, stasiun tempat para astronot tinggal dan bekerja disusun sedemikian rupa agar steril dan tetap terjaga kebersihannya. Namun, ketika sampai di luar angkasa beberapa astronaut mengalami ruam-ruam dan sakit yang disebabkan oleh virus.
Hal ini pun membuat para ahli biologi dan imunologi bertanya-tanya “bagaimana mereka bisa tertular infeksi virus atau bakteri di luar angkasa?”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah penelitian yang dipimpin Odette Laneuville, ahli biologi molekuler di University of Ottawa, Kanada diketahui penurunan jumlah aktivitas seratus gen kekebalan menyebabkan astronaut lebih rentan terkena infeksi oportunistik.
Berdasarkan studi yang terbit di Frontiers in Immunology pada 22 Juni 2023, peneliti melakukan pengambilan sampel darah 14 astronaut yang mengerjakan misi selama 6 bulan di International Space Station (ISS).
Pengambilan Sampel Darah untuk Menguji Gen Kekebalan Tubuh
Menurut Laneuville, tubuh kita mampu menampung banyak virus dan bakteri pada saat-saat tertentu. Bahkan saat kondisi tubuh baik-baik saja atau prima.
Dalam kondisi sehat, tubuh berhasil menjaga virus dan bakteri tersebut agar tetap terkendali dan tidak aktif.
Akan tetapi, jika dalam kondisi stres atau terjadi disregulasi sistem kekebalan tubuh maka virus dan bakteri tersebut dapat menyebabkan infeksi.
Laneuville mengira kemungkinan ada sesuatu di luar angkasa yang memicu disregulasi sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan infeksi oportunistik muncul walau lingkungan tempat tinggal astronaut steril.
Para peneliti tersebut merekrut 14 astronaut asal Amerika dan Kanada untuk mengambil sampel darah mereka ketika sebelum dan sesudah lepas landas ke luar angkasa.
Prosedur pengambilan sampel yang dilakukan di darat memakan waktu 10 menit. Namun, ternyata jika proses tersebut dilakukan di orbit akan memakan waktu 90 menit sehingga hal ini membuat peneliti sangat berhati-hati.
“Mereka harus sangat berhati-hati saat mengeluarkan semua peralatan, jarum suntik, selang. Kami tidak ingin ada kebocoran. Tidak setetes pun darah. Kalau tidak, darah akan melayang di udara dan mencemari semua orang,” kata Laneuville dikutip dari laman NPR.
Para astronaut menyimpan darah mereka di lemari es yang sangat dingin sampai kembali ke Bumi, membawa sampelnya.
“Saya seharusnya mempekerjakan seseorang untuk memprosesnya. Tetapi kemudian saya berkata, ‘Tidak, itu terlalu berharga, darah ini berasal dari luar angkasa.’ Itu adalah bayiku dan aku harus menjaganya,” kata Laneuville,
Melalui kesempatan berharga itu, Laneuville bersama rekan-rekannya mengkarakterisasi respon molekuler leukosit dari astronaut yang bertransisi dari Bumi ke luar angkasa.
100 Gen Kekebalan Tubuh Menurun Karena Gaya Gravitasi
Peneliti mengungkap bahwa kekebalan tubuh astronaut di luar angkasa menurun karena terjadi penurunan aktivitas gen yang berkaitan dengan sistem kekebalan. Hal tersebut dapat terjadi karena stress, tetapi Laneuville melihat kemungkinan lain yaitu respons gen terhadap penurunan gaya gravitasi.
Ketika seorang astronaut memasuki gaya berat mikro, darah mereka berpindah dari kaki ke batang tubuh dan kepala. Hal ini menyebabkan pengurangan cairan tubuh hingga 15 persen.
Kondisi tersebut menyebabkan terlalu banyaknya sel kekebalan tubuh dalam jumlah darah yang lebih sedikit. Oleh karena itu, penurunan aktivitas gen membantu menghilangkan sel-sel ekstra tersebut.
“Seolah-olah tubuh memberitahu mereka, jangan membela diri, turunkan pertahananmu,” kata Laneuville.
Hal ini memungkinkan infeksi virus dan bakteri yang biasanya dapat dicegah, meningkat dan menginfeksi para astronaut. Namun begitu mereka kembali menginjakkan kaki di Bumi, seluruh kondisi anomali tubuh akan kembali dan gen dapat kembali aktif ketika kadar cairan kembali normal.
Pengembalian kondisi tubuh ini memakan waktu tidak lebih dari satu tahun, beberapa gen membutuhkan waktu beberapa minggu untuk kembali aktif. Menurut Brian Crucian, ahli imunologi di NASA, penelitian ini mampu menjelaskan kondisi sistem kekebalan tubuh yang melemah ketika berada di Bumi.
Orang-orang yang menghabiskan waktu lama di Antartika juga dapat memperoleh manfaat dari penelitian ini. Melalui hasil dari sampel-sampel ini “Anda membawa mereka melewati perjalanan sulit menuju lingkungan yang sangat ekstrem,” kata Crucian.
Temuan ini menjadi awal untuk mengembangkan tindakan pencegahan baru guna mengatasi tekanan perjalanan ekstrem pada sistem kekebalan tubuh.
Simak Video “Astronaut Shenzou-16 China Kembali ke Bumi dengan Selamat“
[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)
Source : www.detik.com
Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, Allohumma Sholli Ala Rosulillah Muhammad Warhamna Jamii’a.