Remaja 18 Tahun Direkrut Jadi Insinyur Google, Ayahnya Ungkap Rahasia Parenting

Remaja 18 Tahun Direkrut Jadi Insinyur Google, Ayahnya Ungkap Rahasia Parenting




Jakarta

Seorang remaja berusia 18 tahun bernama Stanley Zhong direkrut sebagai salah satu insinyur di Google. Ayahnya pun membagikan bagaimana dia menerapkan parenting terhadap anaknya.

Zhong lulus dari Gunn High School di Palo Alto, California pada awal tahun ini. Dia lulus dengan GPA 4,42 dan skor SAT 1.590.

Pada usianya itu, Zhong telah memiliki startup atau perusahaan rintisan tanda tangan elektronik bernama RabbitSign. Namun, dia telah ditolak atau masih masuk daftar tunggu dalam 16 dari 18 perguruan tinggi yang coba dilamarnya, termasuk Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Stanford University.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Google memberikan Zhong posisi sebagai insinyur perangkat lunak L4, satu tingkat di atas entry level. Posisi ini sifatnya sementara, Zhong berencana bekerja di sana selama satu tahun sebelum dia masuk University of Texas.

Meski demikian ayah Stanley, Nan Zhong mengatakan dirinya tidak terkejut. “Saya pernah melihatnya menulis kode sejak dia berusia 10 tahun,” ujar Nan kepada CNBC Make It, dikutip Jumat (17/11/2023).

Nan juga bekerja di Google. Dia merupakan manajer rekayasa perangkat lunak. Memiliki putra dengan pencapaian gemilang, Nan mengaku tidak pernah memaksa Stanley untuk berlatih coding maupun berprestasi di sekolah.

Rahasia Parenting

Aturan nomor wahid saat membesarkan putranya yang berprestasi, Nan menerapkan pendekatan lepas tangan. Menjadi orang tua yang lepas tangan tidak berarti memutuskan hubungan dengan kehidupan Stanley. Hanya saja, Nan membiarkan putranya mengeksplorasi minat dengan bebas.

“Jika ada yang ingin dijajaki Stanley, kami siap memberikan bantuan. Apabila dia ingin menempuh jalur khusus ini, kami akan membantu menerangi jalannya,” kata Nan.

“Namun dalam hal seberapa jauh dia ingin melangkah, seberapa cepat dia ingin bergerak di jalur tersebut atau apakah dia ingin mengubah arahnya dan pergi ke jalur lain, itu sepenuhnya terserah padanya,” jelasnya.

Anak Perlu Tahu bahwa Diri Mereka Berharga

Strategi Nan itu selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh pakar toxic parenting bernama Jennifer Breheny Wallace. Dia mengatakan bahwa anak-anak yang kemungkinan besar akan berhasil ketika dewasa, dibesarkan menjadi seorang “pejuang yang sehat.”

Orang-orang bermental pejuang yang sehat adalah yang memiliki motivasi diri untuk sukses dan tidak berpikir bahwa pencapaian menentukan nilai mereka sebagai manusia. Orang tua dapat memupuk sifat-sifat tersebut dengan membantu anak-anak merasa bahwa mereka dihargai berdasarkan siapa diri mereka, bukan karena nilai atau penghargaan yang mereka menangkan, kata Wallace.

Dengan kata lain, anak-anak perlu tahu bahwa mereka penting (berharga). “Tindakan yang menunjukkan bahwa mereka penting, bertindak seperti perisai pelindung dari stres, kecemasan, dan depresi,” jelas Wallace.

“Para pejuang “sehat” yang saya temui ini bukannya tidak pernah mengalami kemunduran atau kegagalan. Namun, masalah menjadi layaknya pelampung. Hal ini mengangkat mereka dan membuat mereka lebih tangguh,” tuturnya.

Dengan mendukung anak saat mereka mengalami kesulitan, orang tua akan meyakinkan mereka bahwa mereka dapat bangkit kembali dari kemunduran, kata Wallace. Ketika Stanley ditolak di banyak sekolah misalnya, Nan mulai meminta lebih banyak transparansi dari universitas dalam keputusan penerimaan mereka.

“Kami hanya menyampaikan, ‘Hei, tolong beri tahu kami lebih banyak. Apa yang hilang? Apa yang bisa dilakukan dengan lebih baik?’,” kata Nan.

“Saat ini, menurut saya, hal yang paling membuat frustrasi adalah orang tua merasa gagal dan anak-anak merasa tidak tahu apa-apa,” pungkasnya.

Simak Video “25 Tahun, Google: Terima Kasih Atas Rasa Ingin Tahunya
[Gambas:Video 20detik]
(nah/pal)



Source : www.detik.com
Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, Allohumma Sholli Ala Rosulillah Muhammad Warhamna Jamii’a.

What do you think?

Written by admin